Rabu, 18 Maret 2015

kritik seni



Keindahan selalu berhubungan dengan seni tetapi seni tidak selalu hanya menampilkan tentang keindahan walaupun dalam prosesnya ada tahap-tahap yang bisa disebut sebuah keindahan. Seorang seniman kadang tidak bisa menyampaikan hasil karya yang indah tetapi dalam pembuatan karya seni selalu ada pesan yang ingin dia sampaikan dan dalam proses pembuatan karya seninya mungkin dia sudah melewati pengalaman keindahan. Sebagai contoh dia membuat karya seni dengan pesan “betapa sedihnya perpisahan karena kematian”. Di sini kita sepakat bahwa perpisahan karena kematian bukanlah sesuatu yang indah, tetapi dengan tehnik dan kemampuan pengelolaan pengalaman hidupnya maka dia bisa membuat atau menyampaikan pesan itu menjadi sesuatu yang indah karena dia mampu mengelola pengalaman yang sudah dia lalui. Jadi intinya dalam seni harus ada suatu keindahan meskipun tidak semua keindahan bisa dikatakan seni.

1. Tanpa mengesampingkan teori seni yang lain karena menurut penulis teori-teori seni saling melengkapai tetapi teori seni yang paling memuaskan adalah “teori pengungkapan”.

Benedetto Groce dengan teorinya yang mengatakan bahwa Seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan. Ekspresi sama dengan intuisi, dan intuisi menghasilkan imaji-imaji dari realitas. Karena mengungkapan sama dengan memiliki imaji, maka intuisi menjadi suatu unitas yang tanpa membedakan antara persepsi dari realitas dan persepsi dari image.

Dari teori ini pertama sudah menjelaskan bahwa sebelum terjadi proses penciptaan karya seni maka harus didahului dulu dengan adanya tahap pengalaman keindahan. Tanpa tahap ini tidak akan ada kesan-kesan yang nanti dalam proses selanjutnya harus diungkapkan dengan baik. Proses pengungkapan ini terkadang mengesampingkan pengtahuan konseptual tetapi cenderung dipengaruhi pengetahuan imajinasi/intuitif. Sehingga dengan kata seni lebih besar dipengaruhi oleh kejiwaan manusia.

Teori kedua dari Leo Tolstoy yang mengatakan seni adalah kegiatan manusia yang sadar dengan perantara dengan perantara tanda-tanda lahiriah tertentu mengungkakan perasaan-perasaan yang telah dihayatinya kepada orang lain agar terjangkit perasaan-perasaaan itu dan juga mengalaminya.

Di sini jelas diungkapkan bahwa kegiatan manusia harus dilakukan secara sadar karena tidak mungkin seseorang yang tidak mampu menguasai dengan baik kesadarannya bisa mengelola pengalaman keindahannya menjadi suatu ungkapan seni. Dengan kesadaran yang baik pula seseorang bisa menemukan/memutuskan tanda-tanda seperti apa yang harus dipakai untuk mengungkapakan pengalaman yang telah dihayatinya agar orang lain bisa mendapatkan pengalaman keindahan yang sama ketika menikmati tanda-tanda tersebut.
Dari kedua filsuf ini yang semua teorinya mengacu pada pengungkapan sudah bisa memenuhi kaidah-kaidah yang ada dalam seni meskipun perlu digaris bawahi bahwa tidak semua hasil pengungkapan adalah seni. Selain itu teori ini bisa mengakomodir kaidah-kaidah seni dibandingkan dengan teori yang lain, bahkan teori ini bisa mencakup juga perspektif bahwa seni adalah mimesis (Plato).

Sabtu, 14 Maret 2015

sarung sutera (Lipa Sabbe) Kota Sengkang Kab. Wajo



Sengkang yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Wajo letaknya kurang lebih 250 km dari Makassar Ibukota Provinsi SUlawesi Selatan sejak dulu dikenal sebagai kota niaga karena masyarakatnya yang sangat piawai dalam berdagang. Berbagai macam kebutuhan hidup seperti pakaian, sepatu, tas, barang elektronik, kain dan kain sarung bahkan kebutuhan pokok lainnya konon memiliki harga yang relatif murah jika dibandingkan di daerah lainnya. Sehingga tidak mengherankan jika Sengkang menjadi salah satu kota dengan perputaran ekonomi yang sangat tinggi di Sulawesi Selatan.
Disamping dikenal sebagai kota niaga, Sarung Sutera menjadikan ibukota Kabupaten Wajo semakin akrab ditelinga dan hati orang-orang yang pernah berkunjung ke kota ini, kelembutan dan kehalusan tenunan sarung sutera Sengkang sudah sedemikian dikenal bahkan hingga kemancanegara.
Menengok ke masa yang lalu, aktivitas masyarakat Wajo dalam mengelola persuteraan sudah dilakukan secara turun temurun baik diusahakan sebagai kegiatan sampingan maupun dikelola dalam skala industri rumah tangga bahkan sampai industri menegah.
Hampir disetiap kecamatan di daerah ini ditemukan kegiatan persuteraan dimulai dari kegiatan proses hulu sampai ke hilir, kegiatan pemeliharaan ulat sutera hingga proses pemintalah menjadi benang yang kemudian ditenun menjadi selembar kain sutera.
Dalam bahasa lokal (Bugis) sutera disebut dengan "Sabbe", dimana dalam proses pembuatan benang sutera menjadi kain sarung sutera masyarakat pada umumnya masih menggunakan peralatan tenun tradisional yaitu alat tenun gedogan dengan berbagai macam motif yang diproduksi seperti motif "Balo Tettong" (bergaris atau tegak), motif ("Makkalu" (melingkar), motif "mallobang" (berkotak kosong), motif "Balo Renni" (berkotak kecil). Selain itu ada juga diproduksi dengan mengkombinasikan atau menyisipkan "Wennang Sau" (lusi) timbul serta motif "Bali Are" dengan sisipan benang tambahan yang mirip dengan kain Damas.
Melihat Potensi perkembangan sutera di Wajo, pada tahun 1965 seorang tokoh perempuan yang juga seorang bangsawan "Ranreng Tua" Wajo yaitu Datu Hj. Muddariyah Petta Balla'sari memprakarsai dan memperkenalkan alat tenun baru dari Thailand yang mampu memproduksi sutera asli (semacam Thai SIlk) dalam skala besar.
Beliau juga mendatangkan seorang ahli pertenunan dari Thailand untuk mengajarkan penggunaan alat tenun tersebut kepada masyarakat setempat sekaligus menularkan berbagai ilmu pertenunan sehingga mampu menghasilkan produksi sutera yang berkualitas tinggi. Berawal dari prakarsa inilah sehingga memacu ketekunan dan membuka wawasan kreativitas masyarakat dan pengrajin yang lain untuk mengembangkan kegiatan persuteraan di Kabupaten Wajo.
Secara etimologi, ’sarung’ dalam kata benda dapat berarti bungkus. Sedangkan ’menyarung’ dan dalam kata sifat dapat be
rarti cara membungkus. Kata ’sarung’ ini  berasal dari bahasa Melayu , sarong, berarti kain tenun yang cara pakainya dililitkan di pinggang. Meskipun begitu, pada dasarnya
pengertian sarung dapat dibedakan dengan kain panjang. Sebab sarung adal
ah tenunan panjang yang kedua sisi kiri dan kanannya disatukan sehingga terbentuk lubang pada bagian atas dan bawah. Maka secara garis besar, sarung sutra (atau dalam bahasa Bugis disebut lippa sabbe’) ialah tenunan sutra yang kedua sisinya disatukan sehingga membentuk tabung.Karakteristik sarung terletak pada corak dan ukurannya, yakni lebar berkisar 100 sentimeter dengan panjang berkisar 220 sentimeter.

Fungsi sarung sutera
Dahulu, sarung dipakai oleh orang-orang yang berlayar di sekitar Semenanjung Malaka, dekat pulau Sumatra dan Jawa. Mengingat orang-orang yang berlayar tersebut biasanya  pada saudagar serta pedagang Muslim dari India, dan Agama Islam menyebar dari dekat pantai, maka diperkirakan bahwa dahulu sarung ditenun oleh
pria-pria Muslim. Sementara dalam perkembangannya, di Indonesia sarung cukup berperan dalam kehidupan setiap lapisan masyarakat tanpa memandang umur, jenis kelamin, maupun status sosialnya. Sarung sering terlihat sebagai bawahan busana trad
isonal pada beberapa daerah, juga sebagai tenunan yang bersifat sacral.
Dari sudut fungsi dan pemakaiannya, Kuncaraningrat (1986) membagi kedalam empat golongan, yaitu pakaian sematamata sebagai alat untuk menahan pengaruh dari alam sekitar, lambang keunggulan dan gengsi, lambang yang dianggap suci, serta sebagai perhiasan tubuh.Sementara dari segi sosial, secara umum sarung digambarkan sebagai kepandaian menenun seorang wanita, berdasarkan dominannya kaum wanita pada kegiatan pertenunan. Kemampuannya dalam menenun, diidentikkan dengan kesabaran, ketekunan, dan keuletan. Bagi masyarakat yang masih memegang teguh tradisi, hal ini merupakan sesuatu yang dapat dibanggakan.

Pada zaman modern ini pergeseran fungsi sarung saat ini tenunan tersebut hanya berfungsi sebagai bagian dari pakaian tradisional masyarakat setempat yang banyak digunakan dalam acara-acara adat terutama pernikahan.
Namun saat ini masyarakat Kabupaten Wajo pun sudah banyak yang tidak menggunakan pakaian tradisional mereka ketika menghadiri sebuah pernikahan. Sehingga dapat dikatakan fungsi utama dari tenunan sutra tradisional di Kabupaten Wajo saat ini lebih cenderung bersifat ekonomi. Karena tenunan gedogan ini sangat membantu ekonomi perajinnya, sebab mayoritas mata pencaharian suami mereka ialah bertani di sawah tadah hujan (agraris) sehingga ketika suami mereka bertani kebutuhan sehari-hari ditutupi oleh hasil menenun istri/anakanak wanitanya.

Ragam hias sarung sutera
Pada tenunan sutra tradisional Gedogan diKabupaten Wajo, ragam hias (atau dalam
bahasa Bugis disebut balo) terbagi dua jenis. Yaitu ragam hias pada jalur benang pakan yang disebut balo makkaluk yang berarti ragam hias melingkar, serta ragam hias pada jalur benang lungsi disebut balo metettong yang berarti ragam hias berdiri.
Menurut Album Seni Budaya Sulawesi Selatan: Seri Tenun Budaya Bugis dan Tenun
Tradisional Bugis Makassar, pada mulanya tenunan sutra tradisional Gedogan
diKabupaten Wajo hanya mengenal tiga ragam hias geometris, yakni balo renni (kotak-kotak kecil),balo tengnga (kotak-kotak sedang), dan balo lobang/lebbak(kotak-kotak besar). Ragam hias pada tenunan sutra tradisional Gedogan khas Sulawesi Selatan umumnya memang berupa bidang kotak yang berwarna-warni yang disebut tenun palekat, yakni salah satu dari ragam hias kotak-kotak diatas maupun perpaduan dari ragam hias-ragam hias tersebut, yang terbentuk dari jalinan benang lungsi dan benang pakan yang beraneka warna. Seperti pada tenunan Mandar, ragam hias pada tenunan sutra tradisional Bugis di Kabupaten Wajo juga terbagi atas bidang kepala (puncang) dan tubuh. Dalam penggunaannya sehari-hari, bagian kepala selalu dibelakang. Kira-kira pada tahun 1920 dikenal ragam hias beso, yakni ragam hias yang dihasilkan dari teknik menarik benang tenun sehingga tergeser dari posisi jalur lurus. Dan pada tahun 1950, ada perkembangan ragam hias yang disebut panji, yang merupakan stilasi dari huruf S.
Tahun 1958, ragam hias beso dikembangkan menjadi bentuk lancip atas dasar garis
zigzag, ragam hias ini disebut balo cobo(coboartinya lancip) atau ragam hias pucuk
rebung. Dan selanjutnya lahir ragam hias jiki/subik(artinya mencukil) yang dihasilkan
dengan teknik mencukil benang pada waktu ditenun. Di samping motif-motif tersebut,
ada pula ragam hias cebang (artinya ditaburi), yang berukuran kecil-kecil dan diletakkan di seluruh bidang tenunan dengan teratur.
Perkembangan ragam hias ini tidak hanya pada bentuk namun juga pada penggunaan
warna yang tidak lagi terbatas pada warna hitam, merah, dan putih saja, melainkan juga warna-warna cerah seperti kuning, ungu, hijau, dan sebagainya. Tenunan sutra tradisional Gedogan di Kabupaten Wajo memang khas dengan warna-warna cerah yang manis dan kontras.
Pada perkembangan ini, bentuk ragam hias pun sudah mulai dipadukan dengan lebih
berani sesuai kreasi perajin. Pemaduan ini tidak dilakukan berdasarkan satu prinsip
tertentu, dan diberi nama sesuai keinginan perajin. Contohnya ragam hias balo saputangan, dimana ragam hias hanya terdapat di bagian
pucangnya saja sementara bidang tenunan lainnya polos. Atau balo mapan giling
(artinya pulang kembali), yang merupakan perpaduan dari balo panji ,jiki/subik dan
beso. Sehingga, saat ini ragam hias tenunan sutra tradisional Gedogan jarang disebut lagi dengan nama-nama ragam hias dasar, melainkan dengan nama-nama baru, yang
diambil dari suatu peristiwa yang terjadi pada waktu menenun.
Beberapa perajin yang ditemui di lapangan, bahkan memadupadankan beberapa agam
hias dasar dan diberi nama sesuai kejadian-kejadian yang sedang diminati saat itu,
contohnya ragam hias KDI, ragam hias AFI,ragam hias Soeharto, ragam hias Titik
Sandora, dan lain sebagainya. 
 Filosophy sarung sutera
Filosofi yang terkandung pada tenunan sutra tradisional Gedogan di Kabupaten Wajo tidak terletak pada ragam hias melainkan pada warna, seperti berikut:
1.Bangsawan menggunakan warna merah atau hijau.
2.Gadis menggunakan warna-warna muda dan lembut seperti merah muda,
hijau muda, dan lain-lain.
3.Janda menggunakan warna-warna cerah seperti jingga.
4.Orang tua, maupun wanita yang sudah berkeluarga, menggunakan warna-
warna gelap seperti hitam, dan lain-lain.

Sabtu, 28 Februari 2015

Dalam Bingkai Estetika: Lingkup Kajian Estetika

Dalam Bingkai Estetika: Lingkup Kajian Estetika: a . Hubungan antara keindahan dan kebudayaan Mengacu dari pendapat Hope M. Smith (1968) bahwa “ In essence, aesthetics is philosophy o...

Dalam Bingkai Estetika: Lingkup Kajian Estetika

Dalam Bingkai Estetika: Lingkup Kajian Estetika: a . Hubungan antara keindahan dan kebudayaan Mengacu dari pendapat Hope M. Smith (1968) bahwa “ In essence, aesthetics is philosophy o...

Dalam Bingkai Estetika: Lingkup Kajian Estetika

Dalam Bingkai Estetika: Lingkup Kajian Estetika: a . Hubungan antara keindahan dan kebudayaan Mengacu dari pendapat Hope M. Smith (1968) bahwa “ In essence, aesthetics is philosophy o...

Jumat, 27 Februari 2015

Lingkup Kajian Estetika



a . Hubungan antara keindahan dan kebudayaan
Mengacu dari pendapat Hope M. Smith (1968) bahwa “In essence, aesthetics is philosophy of the beautiful, the science of beauty and taste”, keindahan tidak terlepas dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakn penentu corak, typical, gaya hidup suatu kelompok masyarakat sebagai pendukung kebudayaan tersebut. Di sisi lain manusia sebagai makhluk multidimensi mempunyai peran untuk mencipta dan mengamati suatu karya seni sesuai dengan cita rasanya. Kebudayaan secara hakiki mempunyai pengertian sebagai keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, dan nilai-nilai yang isinya berupa sistem-sistem makna atau sistem-sistem simbol. Di dalam suatu kebudayaan mengandung unsur-unsur seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan (termasuk agama) dan nilai-nilai (etika dan estetika). Keberadaan kebudayan itu telah di dukung oleh manusia, maka dengan sendirinya manusia tidak dapat terlepas dari kebudayaan tersebut, karena budaya merupakan wujud/ ekspresi dari eksistensi manusia.
b. Hubungan antara seni, estetika, dan filsafat seni
Seni sebagai kegiatan budi pikiran seniman, secara mahir diciptakan sebagai suatu karya yang mengekspresikan perasaan seniman. Hasil ciptaan itu merupakan suatu kesatuan organis yang setiap bagian atau unsurnya tidak dapat berdiri sendiriEstetika memuat bahasan ilmiah yang berkaitan dengan karya seni, pengalaman seni, aliran seni, dan perkembangan seni.  Pada intinya persoalan pokok estetika meliputi empat hal, yakni (1) nilai estetika (esthetic value), (2) pengalaman estetis (esthetic experience), (3) perilaku pencipta/ seniman, dan (4) seni/ karya seni.
Filsafat seni merupakan bidang pengetahuan yang senantiasa mempermasalahkan seni atau keindahan dalam karya seni. Filsafat seniberhubungan dengan teori penciptaan seni, pengalaman seni dan kritik seni (Lucius Gravin).

c. Hubungan antara tiga aspek dalam seni: karya seni, seniman, dan publik seni
Karya seni, seniman, dan publik seni adalah tiga hal yang tidak dapat dipisahkan. Karya seni terdiri dari bentuk dan isi (kesatuan organis) yang memiliki nilai ekspresi. Karya seni bisa diterima oleh penikmat atau publik seni jika nilai yang terdapat pada karya seni tersebut dapat diterima dengan baik oleh penikmat seni. Dalam hal ini, karya seni disebut sebagai media komunikasi antara seniman/ pencipta seni dengan penikmat/ publik seni.  Karya seni yang baik seharusnya dapat menyampaikan pesan yang ingin diutarakan oleh seniman sebagai pemilik ide. Namun, seorang filusuf seni, Benedetto Croce mengatakan bahwa seni pada karya seni tidak pernah ada, sebab seni itu ada dalam jiwa pengamatnya. Dalam proses berinteraksi/ berkomunikasi diperlukan juga pengalaman yang melibatkan kegiatan inderawi.

Nilai dalam seni rupa - Nirmana - Estetika

Nilai-Nilai Dalam Seni Rupa
Unsur-unsur dasar karya seni rupa adalah unsur-unsur yang digunakan untuk mewujudkan sebuah karya seni rupa. Unsur-unsur itu terdiri dari :
•    Titik/bintik merupakan unsur dasar seni rupa yang terkecil. Semua wujud dihasilkan mulai dari titik. Titik dapat pula menjadi pusat perhatian, bila berkumpul atau berwarna beda.Titik yang membesar biasa disebut bintik.
•    Garis adalah goresan atau batas limit dari suatu benda, ruang, bidang, warna, texture, dan lainnya. Garis mempunyai dimensi memanjang dan mempunyai arah tertentu, garis mempunyai berbagai sifat, seperti pendek, panjang, lurus, tipis, vertikal, horizontal, melengkung, berombak, halus, tebal, miring, patah-patah, dan masih banyak lagi sifat-sifat yang lain. Kesan lain dari garis ialah dapat memberikan kesan gerak, ide, simbol, dan kode-kode tertentu, dan lain sebagainya. Pemanfaatan garis dalam desain diterapkan guna mencapai kesan tertentu, seperti untuk menciptakan kesan kekar, kuat simpel, megah ataupun juga agung. Beberapa contoh symbol ekspresi garis serta kesan yang ditimbulkannya, dan tentu saja dalam penerapannya nanti disesuaikan dengan warna-warnanya
•    Bidang dalam seni rupa merupakan salah satu unsur seni rupa yang terbentuk dari hubungan beberapa garis. Bidang dibatasi kontur dan merupakan 2 dimensi, menyatakan permukaan, dan memiliki ukuran Bidang dasar dalam seni rupa antara lain, bidang segitiga, segiempat, trapesium, lingkaran, oval, dan segi banyak lainnya
•    Bentuk dalam pengertian bahasa, dapat berarti bangun (shape) atau bentuk plastis (form). Bangun (shape) ialah bentuk benda yang polos, seperti yang terlihat oleh mata, sekedar untuk menyebut sifatnya yang bulat, persegi, ornamental, tak teratur dan sebagainya. Sedang bentuk plastis ialah bentuk benda yang terlihat dan terasa karena adanya unsur nilai (value) dari benda tersebut, contohnya lemari. Lemari hadir di dalam suatu ruangan bukan hanya sekedar kotak persegi empat, akan tetapi mempunyai nilai dan peran yang lainnya.
Bentuk atau bangun terdiri dari bentuk dua dimensi (pola) dan bentuk tiga dimensi. Bentuk dua dimensi dibuat dalam bidang datar dengan batas garis yang disebut kontur. Bentuk-bentuk itu antara lain segitiga, segi empat, trapezium dan lingkaran. Sedang bentuk tiga dimensi dibatasi oleh ruang yang mengelilinginya dan bentuk-bentuk itu antara lain limas, prisma, kerucut, dan silinder. Sifat atau karakteristik dari tiap bentuk dapat memberikan kesankesan tersendiri seperti :
1.    Bentuk teratur kubus dan persegi, baik dalam dua atau tiga dimensi memberi kesan statis, stabil, dan formal. Bila menjulang tinggi sifatnya agung dan stabil. 2.    Bentuk lengkung bulat atau bola memberi kesan dinamis, labil dan bergerak. 3.    Bentuk segitiga runcing memberi kesan aktif, energik, tajam, dan mengarah.
Pengertian Nirmana
Nirmana adalah pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual seperti titik, garis, warna, ruang dan tekstur menjadi satu kesatuan yang harmonis. Nirmana dapat juga diartikan sebagai hasil angan-angan dalam bentuk dwimatra, trimatra yang harus mempunyai nilai keindahan. Nirmana disebut juga ilmu tatarupa. Elemen –elemen seni rupa dapat dikelompokan menjadi 4 bagian berdasarkan bentuknya. Yaitu :

1.    Titik, adalah suatu bentuk kecil yang tidak mempunyai dimensi. Raut titik yang paling umum adalah bundaran sederhana, mampat, tak bersudut dan tanpa arah.
2.    Garis, adalah suatu hasil goresan nyata dan batas limit suatu benda, ruang, rangkaian masa dan warna.
3.    Bidang, adalah suatu bentuk pipih tanpa ketebalan, mempunyai dimensi pajang, lebar dan luas; mempunyai kedudukan, arah dan dibatasi oleh garis.
4.    Gempal, adalah bentuk bidang yang mempunyai dimensi ketebalan dan kedalaman.
Penyusunan merupakan suatu proses pengaturan atau disebut juga komposisi dari bentuk-bentuk menjadi satu susunan yang baik. Ada beberapa aturan yang perlu digunakan untuk menyusun bentuk-bentuk tersebut. Walaupun penerapan prinsip-prinsip penyusunan tidak bersifat mutlak, namun karya seni yang tercipta harus layak disebut karya yang baik. Perlu diketahui bahwa prinsip-prinsip ini bersifat subyektif terhadap penciptanya.

Dalam ilmu desain grafis, selain prinsip-prinsip diatas ada beberapa prinsip utama untuk tujuan komunikasi dari sebuah karya desain. Yaitu :

5.    Ruang Kosong (White Space), Ruang kosong dimaksudkan agar karya tidak terlalu padat dalam penempatannya pada sebuah bidang dan menjadikan sebuah obyek menjadi dominan.
6.    Kejelasan (Clarity), Kejelasan atau clarity mempengaruhi penafsiran penonton akan sebuah karya. Bagaimana sebuah karya tersebut dapat mudah dimengerti dan tidak menimbulkan ambigu/ makna ganda.
7.    Kesederhanaan (Simplicity), Kesederhanaan menuntut penciptaan karya yang tidak lebih dan tidak kurang. Kesederhanaan seing juga diartikan tepat dan tidak berlebihan. Pencapaian kesederhanaan mendorong penikmat untuk menatap lama dan tidak merasa jenuh.
8.    Emphasis (Point of Interest), Emphasis atau disebut juga pusat perhatian, merupakan pengembangan dominasi yang bertujuan untuk menonjolkan salah satu unsur sebagai pusat perhatian sehingga mencapai nilai artistic.

Estetika Seni

Estetika itu adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni, Estetika itu berasal dari Bahasa Yunani (αισθητική), dibaca aisthetike. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.

Hakikat Estetika

Mayeski (1990) menyatakan estetis berkenaan pada satu apresiasi bentuk keindahan dan perasaan baru atau kekaguman. Misalnya melihat keindahan tenggelamnya matahari, mendengarkan ritme rintik air hujan. Muharam (1991) menyatakan estetika umumnya dikaitkan dengan pengetahuan keindahan, sedang batasan singkat estetika adalah filsafat dan pengkajian ilmiah dari komponen estetika dan pengalaman manusia. Selanjutnya dikatakan pengalaman estetis menekankan pada melakukan hal-hal untuk sesuatu yang orisinil, artinya: keindahan akan menjadi sempurna jika keindahan itu diciptakan bukan ditiru atau dimanipulasi.

Dua batasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa estetika dipergunakan dalam membahas secara teoritis arti estetika/indah atau hal yang bersifat estetik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa estetika sebagai sebuah subjek yang menentukan syarat-syarat estetis yang menganalisis dasar, wawasan dan implikasinya dari suatu fenomena mengenai estetika.

Estetika dapat dipandang dari berbagai aspek, tetapi pegangan untuk memahami nilai-nilai estetika yang dipergunakan dalam karya seni terdapat nilai bahwa estetika terdiri dari:
a. Absolutisme; doktrin tentang pembakuan suara/pengakuan mengenai keindahan. Penilaian dengan doktrin ini tidak dapat ditawar lagi, artinya: karya yang tidak memenuhi syarat maka karya itu tak mempunyai nilai.
b. Anarki; doktrin ini menyerahkan penilaian kepada masing-masing pribadi secara murni, subjektif dan tak perlu tanggung jawab.
c. Relativisme; doktrin ini menggunakan kriteria atau pembakuan tentang nilai estetika yang tidak mutlak (absolut), tetapi masih objektif dalam pemikiran karena karya berasal dari keinginan dan motivasi manusia abadi.
pada masa sekarang estetika bisa berarti tiga hal, yaitu:

1.      Studi mengenai fenomena estetis
2.      Studi mengenai fenomena persepsi
3.      Studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis

Ini ada salah satu pernyataan mengenai estetika dirumuskan oleh Clive Bell, yang berpendapat bahwa, "keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang yang dalam dirinya sendiri telah memiliki pengalaman sehingga dapat mengenali wujud bermakna dalam satu benda atau karya Seni tertentu dengan getaran atau rangsangan keindahan".